STASIUN LAMA
Teng nong neng nong, teng nong neng nong, di ruang tunggu yang tidak beda jauh luasnya dengan ruangan kelas begitulah ingatan Isman terhadap suara di stasiun sebelum keberangkatan pacarnya Arum ke Bandung.
1 jam sebelum keberangkatan, mereka memang sudah berada di Stasiun Ciawi lebih awal, Isman tidak ingin membiarkan Arum berangkat sendirian, setidaknya menemani orang yang dicintainya sampai stasiun.
Arum yang rasionalitas selalu mengatakan kepada pacarnya itu bahwa keberangkatannya ke Bandung adalah perjalanan ia menuju surga, pasalnya ia telah diterima S2 di salah satu universitas negeri, dan dia selalu menganggap jika neraka adalah ketika dia hanya berdiam diri di rumah dan sekedar meratapi kesedihannya.
"Arum mau jajan dulu gak?"
"Jajan apa Man?"
"Jajan telur gulung dekat pohon mangga depan stasiun, kesukaan kamu saat masih SMA"
"Ah Iya Man, emang masih ada ya?"
"Ada tapi, sekarang yang jualannya bukan bapak yang biasanya, tapi sama anaknya"
"Lha kenapa gitu Man?"
"Iya Rum soalnya bapaknya udah meninggal dunia"
"Inalilahi wa Ina ilaihi raji'un"
Setelah jajan telur gulung dan minuman keduanya masuk ke ruang tunggu stasiun, 4 kursi panjang yang menghadap ke loket yang hanya ada satu itu tidak terlalu sibuk, sebab memang tahun ini menjadi tahun terakhir Stasiun Ciawi melayani keberangkatan.
"Duh sepi banget ya ini Stasiun?"
"Iya Rum padahal dulu begitu ramai, bahkan saking ramainya, ruang tunggu ini terlalu sempit untuk semua orang yang mau berangkat melalui kereta api"
"Iya tapi saking ramainya juga suka ada yang kehilangan barang, tapi yang paling aku gak ngerti itu kenapa tidak jarang kalau kereta api datang kesini, orang gila disini bertambah?"
"Entahlah Rum, mungkin karena tempat kita ini adalah tempat singgah, atau memang ada orang yang sengaja membuangnya di tempat kita"
"Ah seharusnya tidak begitu sih Man, harus ada peraturan yang tegas... "
Belum selesai Arum berbicara, ternyata keretanya sudah tiba, dan memaksa menghentikan obralan mereka.
"Eh kereta ku sudah datang Man, aku berangkat sekarang ya"
"Iya Rum selamat menuju surgamu, dan hidup layaknya di surga, bukan seperti neraka yang kamu bilang"
"Tentu saja Man, sebagai orang yang mencintaiku, kau harus belajar dari pak Sapardi"
Komentar
Posting Komentar